Jumat, 12 April 2013

EMPIRISME "DAVID HUME"


EMPIRISME “DAVID HUME”

Makalah ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Umum
Dosen Pengampu : Usman, Dr. , SS.


















Disusun Oleh:


·    Waenoful (12410083)





PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
                                                          2013   

BAB I
PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang Masalah

               Istilah “empirisme” berasal dari kata yunani “empiria” yang berarti “pengalaman inderawi”. Empirisme memilih sebagai sumber utama pengenalan bukan rasio melainkan pengalaman. Dan yang oleh Empirisme yang dimaksud sebagai “pengalaman” ialah baik pengalaman lahiriah yang menyangkut dunia maupun pengalaman batiniah yang menyangkut pribadi manusia.1
               Tentang sifat pengenalan manusia, empirisme bertolak belakang dengan rasionalisme. Menurut rasionalisme pengenalan yang sejati berasal dari rasio sedangkan pengenalan inderawi meupakan suatu bentuk pengenalan yang kabur saja, sedangkan empirisme sebaliknya berpendapat bahwa pengetahuan berasal pengalaman, sedangkan pengenalan inderawi merupakan bentuk pengenalan yang paling jelas dan sempurna.
               Empirisme dirintis oleh Francis Bacon yang menekankan metode empiris-eksperimental dalam menyelidiki apa yang bisa diketahui manusia. Setelah Bacon, Hobbes mendasarkan filsafat politiknya pada penelitian empiris atas motivasi-motivasi manusia yang dibandingkannya dengan sebuah arloji. Locke membangun epistemologinya dengan didasarkan pada anggapan bahwa semua pengetahuan manusia berasal dari pengalaman inderawi. Pada David Hume memuncaknya aliran empirisme.2

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana riwayat hidup David Hume ?
2.      Bagaimana pandangan Hume tentang pengetahuan?
3.      Bagaimana pandangan Hume tentang agama?
4.      Bagaimana pandangan Hume tentang etika?






1.        FX. Mudji Sutrisno & F. Budi Hardiman, Para filsuf penentu gerak zaman, Kanisius, 1992, Hal.61
2.        Simon Petrus, petualangan intelektual, Kanisius, 2004, hal.227

C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui riwayat hidup David Hume.
2.      Untuk mengetahui pandangan Hume tentang pengetahuan
3.      Untuk mengetahui pandangan Hume tentang agama.
4.      Untuk mengetahui pandangan Hume tentang etika






















BAB II
PEMBAHASAN
A.    Riwayat hidup David Hume
         David Hume dilahirkan di kota Edinburg, Skotlandia pada tahun 1711. Sejak usia muda, ia sangat menggandrungi filsafat, yang karenanya ia mengorbankan pendalaman ilmu hukum yang sesungguhnya dikehendaki oleh keluarganya, serta mengorbankan bisnisnya.3
         Hume belajar filsafat secara autodidak. Pada tahun 1734, ia bekerja sebagai juru tulis pada seorang saudagar. Tahun 1734-1737 ia tinggal di Paris, publikasi bukunya gagal, ia pun tak punya pekerjaan dan pulang ke Inggris. Pada tahun 1744 ia ditolak sebagai profesor UniversitasEdinburgh karena dianggap ateis dan terlalu liberal. Pada tahun 1763 ia diutus sebagai sekretaris Dubes Inggris ke Paris, menjalin hubungan dengan para tokoh pencerahan Perancis. Di negara ini ia malah dipuji-puji banyak orang, namun kemudian ia pulang ke Inggris bersama Rousseau(“aku memutuskan untuk meninggalkan orang-orang baik itu sebelum mereka meninggalkan aku”). Hanya beberapa saat di Inggris, Rousseau bertengkar dengannya dan kembali ke Paris. Pada tahun 1767 ia bekerja sebagai sekretaris di London dan mulai tahun 1769 ia tinggal di kampung halamannya hingga wafat pada tahun 1776. “aku punya semua alasan untuk mati dengan puas”. Hume hidup membujang sepanjang hidupnya. Karya-karyanya yang terkenal antara lain : A Treatise on Human Nature (tulisan tentang kodrat manusia 1738-1740), An Enquiry Concerning Human Understanding (penyelidikan atas pemahaman manusia, 1748).4
         Tak ada yang meragukan bahwa Hume termasuk orang yang paling dalam dan cermat dalam mengkaji karakter manusia. Hume boleh bangga karena ialah yang telah membangkitkan Immanuel Kant, seorang filsuf kritis dan dia pula yang mengarahkannya menulis tiga buku kritisnya.

B.     Pandangan Hume Tentang Pengetahuan
         Hume menolak pandangan bahwa manusia mempunyai pandangan-pandangan bawaan. Kesadaran atau persepsi kita berasal dari pengalaman. Persepsi tersebut


3.        Dr. Fuad Farid Ismail & Dr. Abdul Hamid Mutawalli, cara mudah belajar filsafat,ircisod,2003 hal.102
4.        Simon Petrus, petualangan intelektual, Kanisius, 2004, hal.247


menurut Hume terdiri dari dua unsur, yaitu : yang pertama kesan (impressions), atau apa yang diperoleh secara langsung dari pengalaman , baik pengalaman lahiriah atau batiniah, sifatnya jelas, hidup, dan kuat. Misalnya sewaktu tangan saya menyentuh
api, tangan saya langsung terasa panas. Yang kedua pandanga (ideas) atau hasil asosiasi atas kesan yang telah kita dapatkan sebelumnya. Dengan demikian pandangan diperoleh secara tidak langsung dari pengalaman, dan merupakan hasi dari proses refleksi, berfikir, mengingat, membandingkan, menghubungkan, berfantasi, dan sebagainya. Pandangan sifatnya kurang jelas dibandingkan dengan kesan. Contohnya waktu kita terkena api langsung terasa panas, dan setelahnya kita membayangkan terkena api. Menurut Hume sebagian beasar manusia mendasarkan pengetahuannya pada pemahaman atau pandangan. Akibatnya, manusia sering kali menegenali sesuatu secara kabur dan merasa ragu-ragu atas apa yang dikenal dan diketahuinya. Dengan demikian, menurut Hume kita harus kembali kepada sumber pengetahuan yang sejati agar ketidakjelasan itu hilang. Artinya, kita harus mendasarkan pengetahuan kita pada kesan. Setelah itu, kita akan mendapatkan keyakinan yang bisa kita andalkan dalam proses pengetahuan. Keyakinan ini dinamakan sebagai “kepercayaan”. Kita percaya bahwa pengalaman akan membawa kita pada pengenalan yang sejati.5
         Bagian terpenting dari seluruh treatise adalah sub-bagian dari pengetahuan dan probabilitas. Yang dimaksud hume dengan probabilitas bukanlah sejenis pengetahuan yang terdapat dalam teori probabilitas matematika, misalnya peluang untuk membuang dua angka enam dengan dua dadu adalah tigapuluh per enampuluh. Pengetahuan ini tidak dengan sendirinya bersifat mungkin dalam pengertian apapun. Ia memiliki kepastian sebagaimana yang dimiliki pengetahuan. Yang menjadi perhatian Hume adalah pengetahuan tak pasti, misalnya yang didapat dari data empiris dengan penyimpulan yang demonstratif. Ini mencakup pengetahuan kita mengenai masa depan, dan mengenai bagian tak teramati dari masa lalu dan masa kini. Ini bahkan mencakup segalanya kecuali, di satu sisi, pengamatan langsung dan di sisi lain logika dan matematika. Analisis mengenai pengetahuan mungkin itu menggiring Hume pada simpulan skeptis tertentu, yang sulit untuk di tolak ataupunn diterima.5
5.        Bertrand Russell.Sejarah filsafat barat kaitannya dengan sosio politik zaman kuno hingga sekarang..pustaka pelajar.2007.Hal.868
         Menurut Hume bahwa semua gagasan kita disalin dari kesan yang kita dapatkan. Tiga hubungan yang tidak hanya bergantung pada gagasan adalah jati diri, hubungan ruang-waktu dan sebab akibat(kausalitas). Pada dua hubungan yang pertama, pikiran tidak melampaui apa yang segera muncul dalam indera. Hubungan ruang dan waktu menurut Hume dapat dipersepsi dan dapat membentuk bagian-bagian kesan. Hubungan sebab akibat ialah jika suatu gejala tertentu selalu disusul dengan gejala lain, dengan sendirinya oleh gejala yang sebelumnya. Misalnya batu yang terkena sinar matahari selalu panas. Kita menyimpulkan, batu menjadi panas karena disinari matahari. Tetapi kesimpulan itu tidak berdasarkan pengalaman. Pengalaman hanya memberikan urutan-urutan gejala-gejala, tetapi tidaklah memperlihatkan urutan sebab-akibat.6


C.    Pandangan Hume Tentang Agama
         Hume juga mengambil sikap skeptis terhadap agama. Pertama ia menganggap deisme yang berkembang pada zaman pencerahan, sebagai kepercayaan naif. Ajaran deisme tentang Allah sebagai tukang arloji yang telah menciptakan jagad raya ini secara sempurna menurut prinsip-prinsip mekanistik, misalnya ditolak Hume kita tidak mengetahui apa pun tentang prinsip kausalitas yang diandaikan dalam kepercayaan tersebut (hubungan eksistensi Allah dan jagad raya sebagai hubungan sebab-akibat).7
         Pernyataan Hume tentang teori kausalitas ini sangat berpengaruh bagi perkembangan pemikiran filsafat dan keagamaan di Barat. Dengan penolakan terhadap teori kausalitas. Hume melanjutkan menghujat argumen ontologis dan kosmologis tentang keberadaan Tuhan dan sekaligus membatasi kemampuan akal. Munculnya positivisme diwarnai oleh ide David Hume, bahkan materialisme bisa dikatakan sebagai puncak dari empirisme. Para filsof sebelum Hume percaya bahwa alam adalah akibat dan Tuhan adalah sebab alam. Menurut kategori logika, keberadaan sebab lebih wajib dibandingkan keberadaan akibat dan sebab lebih dahulu dibanding akibat. Karena itu, Tuhan sebagai sebab wajib ada dan mendahului alam, sedangkan alam sebagai akibat mungkin adanya dan setelah Tuhan. Argumen ini tetap dipegan oleh filsof sampai Hume. Hume yang memulai menggugat dalil tersebut dengan menjungkirbalikan teori kausalitas.
6.        FX. Mudji Sutrisno & F. Budi Hardiman, Para filsuf penentu gerak zaman, Kanisius, 1992, Hal.62
7.        Simon Petrus, petualangan intelektual, Kanisius, 2004, hal.250-251
         Menurut Hume, ketika kita percaya kepada Tuhan sebagai pengatur alam ini, kita berhadapan dengan dilema. Kita berpikir tentang Tuhan menurut pengalaman masing-masing, sedangkan itu hanya setumpuk persepsi dan koleksi emosi saja. Kemudian, bagaimana kita dapat mengatakan Tuhan itu maha sempurna dan maha kuasa sedangkan di alam terjadi kejahatan dan berbagi bencana. Lebih lanjut Hume juga berkomentar, tidak ada bukti yang dapat dipakai untuk membuktikan bahwa Allah itu ada dan bahwa ia menyelenggarakan dunia. Juga tidak ada bukti bahwa jika tidak dapat mati. Dalam praktek orang-orang yang beragama selalu mengikuti kepercayaan yang dianggap pasti, sedangkan akal tidak bisa membuktikannya. Menurutnya banyak sekali keyakinan agama yang merupakan hasil khayalan, tidak berlaku umum dan tidak berguna bagi hidup. Agama demikian Hume, di sebabkan karena penyelewengan wahyu yang asli, yaitu dari monoteisme ke politeisme dan bukan juga dari olteisme ke monoteisme. Tetapi agama berasal dari penghargaan dan ketakutan manusia terhadap tujuan hidupnya. Itulah yang menyebabkan manusia mengangkat berbagai dewa untuk disembah.
         Dalam hal agama Hume kelihatan sangat kriris dan kalau ditarik dari jalur empirismenya, dia lebih konsisten darpada Lock dan Berkeley. Hume meragukan eksistensi Tuhan karena tidak ada argumen yang kuat untuk membuktikan adanya Tuhan baik secara a posteriori maupun a priori. Dia juga menolak mukjizat sebagai slah satu dari dasar agama. Menurutnya agama berasal dari hal yang takhayul.
         Kritik Hume terhadap agama tampaknya tidak seluruhnya dapat dipertanggungjawabkan. Hume terlalu tergesa-gesa mengambil kesimpulan tentang teologi, diantara kritikan Hume yang tidak releva ialah:
-          Hume cenderung menentang dua bentuk teisme yang monopolar dan mengabaikan sintesis dipolar. Dalam hal ini ada dua pola, yaitu mistisisme dan antropomorisme.
-          Hume mengabaikan peranan akal dalam menangkap realitas. Padahal akal mampu menghubungkan kejadian-kejadian yang lampau dengan yang sekarang  dan bahkan meramalkan sesuatu untuk yang akan datang
-          Hume terlalu meredusir semua realitas dalam kajian empiris, sehingga dia terjerumus pada determinisme empiris. Skeptisisme Hume terhadap agam juga berdasarkan atas determinimismenya yang kaku ini. Alam empiris terwujud dari dua hal yang saling bergantian yaitu kebaikan dan bencana/kejahatan.8


8.        Amsal Bahtiar.Filsafat Agama.Logos wacana ilmu.1997.Hal.108-114

D.    Pandangan Hume Tentang Etika
         Sesuai dengan sikapnya yang empiristis, Hume mendasarkan ajarannya tentang etika yang berawal dari fakta-fakta dan pengamatan empiris, yakni pengalaman lahiriah dan pengalaman batiniah. Dalam bidang moral, rasio dan kehendak memang berperan penting, namun yang paling penting menurut Hume adalah perasaan moral (moral sentiment). Bagi Hume masalah bail/buruk tidak dianggap objektif atau terlepas dari sikap kita, melainkan merupakan bagian dari perasaan subyektif kita. Berdasarkan hal tersebut, Hume menolak etika normatif yang menunjukkan kepada kita perbuatan apa yang wajib atau voleh kita lakukandan mana yang tidak. Moralitas adalah maslah perasaan. Perasaan bisa atau tidak ada. Bagi Hume, prinsip pokok bagi suatu tindakan yang dinilai baik adalah kalau tindakan itu menyenangkan atau berguna bagi kita atau bagi banyak orang. Dari sini selanjutnya bisa di bedakan secara umum ada empat sikap positif dalam etika menurut Hume, yaitu:
-          Sikap yang menyenangkan kita sendiri : kegembiraan, kebesaran jiwa, ketenangan dan sebagainya,
-          Sikap yang menyenangkan orang lain : tahu diri, sopan, humor
-          Sikap yang berguna bagi diri sendiri :keinginan yang kuat, rajin, hemat, kekuatan fisik, dan kecerdasan,
-          Sikap yang berguna bagi masyarakat: kebaikan hati dan keadilan.
          Menurut Hume, yang mendorong manusia melakukan tindakan yang positif adalah bukan rasio melainkan oleh perasaan moral. Dengan rasio kita memang dapat mengetahui apa yang bisa kita lakukan yntuk mendapatkan kesenangan, namun yang mengemudikan tindakan kita ke arah tersebut adalah perasaan moral kita yang bekerja secara subyektif berdasarkan prinsip cinta diri(untuk tindakan yang menyenangkan dan berguna bagi diri sendiri) dan simpati (uuntuk tindakan yang menyenangkan dan berguna bagi orang lain). Disini dapat kita lihat, etika Hume berbeda dengan aliran hedonisme egoistik yang mengajarkan agar oranga mencari kesenangan sebanyak-banyaknya untuk diri sendiri. Ajaran Hume mengandaikan bahwa manusia secara kodrati merupakan mahluk sosial, sehingga ia sanggup memberikan perasaan simpati terhadap sesamanya secara spontan. Dengan rasa simpati tersebut, manusia akan merasa bahagia bila orang lain juga merasa bahagia, dan sebaliknya, ia akan merasa sedih bila orang lain sedih. Rasa simpati ini juga mendorong kita untuk mengusahakan kesejahteraan umum dan keadilan sebagai perlindungan terhadap hak kita masing-masing.
          Menurut Hume, manusia memilki kebebasan. Namun kebebasan secara negatif dan logis. Kebebasan adalah tidak adanya kendala-kendala dari luar terhadap keinginan-keinginan manusia. Seseorang di sebut bebas bila ia bisa mengikuti gerakan perasaan dan keinginannya, atau bila ia tidak di hambat oleh faktor-faktor dari luar. Dengan kata lain kebebasan adalah spontanitas.9



























9.Simon Petrus, petualangan intelektual, Kanisius, 2004, hal.252-253
BAB II
PENUTUP
A.    Kesimpulan
         Mengenai pengetahuan, menurut Hume, Kesadaran atau persepsi kita berasal dari pengalaman. Persepsi tersebutterdiri dari dua unsur, yaitu : yang pertama kesan (impressions), atau apa yang diperoleh secara langsung dari pengalaman , baik pengalaman lahiriah atau batiniah, sifatnya jelas, hidup, dan kuat. Menurut Hume sebagian besar manusia mendasarkan pengetahuannya pada pemahaman atau pandangan. Akibatnya, manusia sering kali menegenali sesuatu secara kabur dan merasa ragu-ragu atas apa yang dikenal dan diketahuinya.
         Hume juga mengambil sikap skeptis terhadap agama. Dalam praktek orang-orang yang beragama selalu mengikuti kepercayaan yang dianggap pasti, sedangkan akal tidak bisa membuktikannya. Menurut Hume banyak sekali keyakinan agama yang merupakan hasil khayalan, tidak berlaku umum dan tidak berguna bagi hidup. Agama demikian Hume, di sebabkan karena penyelewengan wahyu yang asli, yaitu dari monoteisme ke politeisme dan bukan juga dari olteisme ke monoteisme.
         Sesuai dengan sikapnya yang empiristis, Hume mendasarkan ajarannya tentang etika yang berawal dari fakta-fakta dan pengamatan empiris, yakni pengalaman lahiriah dan pengalaman batiniah. Dalam bidang moral, rasio dan kehendak memang berperan penting, namun yang paling penting menurut Hume adalah perasaan moral (moral sentiment). Bagi Hume masalah bail/buruk tidak dianggap objektif atau terlepas dari sikap kita, melainkan merupakan bagian dari perasaan subyektif kita.
        










DAFTAR PUSTAKA

·         Petrus,Simon. Petualangan Intelektual. Yogyakarta: Kanisius, 2004
·         Mudiji, Sutrisno & Hardiman,Budi. Para Filsuf Penentu Gerak Zaman.Yogyakarta: Kanisius,1992.
·         Bakhtiar, Amsal. Filsafat Agama. Yogyakarta: Kanisius,1992.
·         Russell, Bertrand. Sejarah Filsafat Barat (kaitannya dengan sosio politik zaman kuno hingga sekarang). Yogyakarta: pusataka pelajar, 2007.
·         Ismail, Fuad Farid & Mutawali, Abdul Hamid. Cara Mudah Belajar Filsafat. Yogyakarta: Ircisod, 2012.

1 komentar:

  1. membantu banget kak, cz pas banget aku juga lagi dapet tugas itu.
    kunbal kak evieulfa.blogspot.com / success-bareng.blogspot.com

    BalasHapus